Perkembangan Islam di Indonesia, jika dilihat dari ajarannya memiliki ciri tertentu dengan corak budaya lokal. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan masyarakat pada setiap daerah terdapat perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa Islam telah terindonesiakan dengan khazanah budaya lokal.
Jika menyimak pada persebarannya, awal mulanya Islam masuk ke Indonesia melalui daerah perkotaan. Sebagai contoh di Pasai, Demak, Majapahit, Cirebon, dan tempat-tempat lainnya. Dari perkotaan Islam selanjutnya menyebar ke pedesaan. Ketika para mubalig yang melakukan dakwah di wilayah perkotaan tidak memiliki kekuasaan, mereka memilih untuk keluar dan menyebar menuju desa. Dari sini, Islam yang berkembang di Indonesia kental dengan ciri pedesaan yang kurang dinamis dan cenderung mempertahankan keyakinan pada mitos-mitos tertentu. Inilah sebabnya corak Islam di Indonesia sangat kental dengan tradisi-tradisi lokal.
Sebagai agama yang telah lama hadir di Indonesia dan paling banyak dianut, Islam telah memengaruhi khazanah budaya bangsa. Kita dapat menemukan perkembangan Islam ini dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya bidang pendidikan, seni, hukum, pemikiran, dan organisasi.
Ilmu Keislaman
Setelah Islam dianut oleh pejabat kerajaan, para ulama diangkat sebagai penasihat atau hakim kerajaan. Pada saat itu para ulama juga memperoleh kesempatan yang luas dalam menyebarkan Islam. Misalnya, untuk mencetak kader-kader mubalig. Sebagai referensi pengetahuan agama untuk mubalig-mubalig, para ulama menyusun buku dan kitab.
Para ulama dan karya-karyanya yang terkenal pada masa itu antara lain sebagai berikut.
a. Hamzah Fansury yang merupakan tokoh sufi pertama di Indonesia. Ulama yang berasal dari Baros, Aceh ini banyak berjasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
b. Nuruddin ar-Raniry, seorang ulama yang berasal dari Aceh Barat, menulis banyak buku.
c. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, seorang ulama fikih dari Banjarmasin, Kalimantan.
d. Syamsuddin as-Sumatrani, dengan salah satu karya besarnya adalah Mir'atul Mu’minin.
e. Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, ulama tersohor.
Perkembangan pengetahuan yang juga tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah didirikannya lembaga pendidikan Islam di tanah air. Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional yang mendidik para santri memahami ajaran Islam. Pesantren telah ada sejak lama di tanah air dan tetap bertahan hingga sekarang.
Kesenian Islam
Dalam bidang seni, kita perlu meneladani peran para wali yang telah mampu memasukkan nilai-nilai lslam agar tersampaikan kepada khalayak melalui kesenian. Sebagai contoh, Sunan Kalijaga yang memperkenalkan Islam melalui pertunjukan wayang.
Ada banyak bidang seni yang menjadi perhatian para ulama. Dalam seni sastra, beberapa ulama telah mampu menuliskan karya yang memiliki corak Islam, seperti hikayat, babad, dan suluk.
Adapun bidang seni arsitektur bangunan corak islami dapat dilihat pada bangunan masjid Agung Demak, menara Kudus, masjid Agung Banten, Kesepuhan Cirebon, dan masih banyak lagi. Semua bangunan tersebut juga tampak sentuhan budaya lokalnya.
Perkembangan kesenian sebagaimana dicontohkan di atas tentu tidak lepas dari kepiawaian para ulama dahulu dalam menyiarkan agama Islam melalui pendekatan-pendekatan yang mudah diterima oleh masyarakat.
Hukum Islam
Masuknya para ulama ke dalam wilayah kerajaan yang umumnya dijadikan sebagai penasihat kerajaan memberi kesempatan untuk memasukkan ajaran Islam, misalnya dalam bidang hukum. Meskipun dalam perkembangannya, hukum positif dari penjajah Belanda lebih banyak memengaruhi, hukum Islam pernah juga diberlakukan di wilayah-wilayah tertentu.
Salah satu contoh adalah di Kesultanan Banjar pernah berdiri Mahkamah Syariah. Pada masa kepemimpinan Sultan Tahmidullah II (1773-1808 M), Kesultanan Banjar menerapkan hukum Islam. Tidak terbatas pada hukum perdata, tetapi juga pada hukum pidana Islam. Untuk melaksanakan hukum tersebut dibentuklah Mahkamah Syariah yang saat itu digagas oleh ulama terkenal bernama Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Beberapa bidang yang telah disebutkan di atas semakin lama mengalami perkembangan. Dengan alasan ini, jelaslah bahwa ajaran-ajaran Islam bersifat terbuka untuk menerima perubahan zaman. Hal ini tentu memudahkan umat Islam dalam menerapkan berbagai ajaran Islam dalam proses pembangunan bangsa.
Melihat peran serta umat Islam dalam pembangunan bangsa tentu sudah tidak diragukan lagi. Semenjak zaman kolonial, umat Islam tampil sebagai penggagas lahirnya kemerdekaan bangsa. Demikian halnya setelah kolonial mampu ditumpas, bukan berarti umat Islam tinggal diam. Umat Islam tetap terus berperan dalam pembangunan, mulai masa Orde Lama, Orde Baru, bahkan Orde Reformasi sekarang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar